Kebanyakan penduduk Minahasa adalah orang yang beragama kristen, yang ramah dan salah satu suku-bangsa yang paling dekat dengan negara barat.
Hubungan pertama dengan orang Europa terjadi saat pedagang Espanyol dan Portugal tiba disana. Saat orang Belanda tiba, agama Kristen tersebar terseluruhnya. Tradisi lama jadi terpengaruh oleh keberadaan orang Belanda.
Kata Minahasa berasal dari confederasi masing-masing suku-bangsa dan patung-patung yang ada jadi bukti sistem suku-suku lama.
Minahasa secara etimologi berasal dari kata Esa yag berarti satu, kata Mah-esa berarti menyatukan, yakni menyatukan berbagai kelompok sub-etnik Minahasa yang terdiri dari Tontemboan, Tombulu, Tonsea, Tondano, Ponosakan, Pasan, Ratahan, dan Bantik.
Nama Minahasa pertama kali muncul dalam laporan Residen J.D Schierstein, tanggal 8 Oktoer 1789, yaitu tentang perdamaian yang telah dilakukan oleh kelompok sub-etnik Bantik dan Tombulu (Tateli), peristiwa tersebut dikenang sebagai 'Perang Tateli".
Adapun suku Minahasa terdiri dari berbagai anak suku: Tonsea (meliputi Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Bitung), anak suku Toulour (meliputi Kota Tondano, Kakas, Remboken, Eris, Lembean Timur dan Kombi), anak suku Tontemboan (meliputi Kabupaten Minahasa Selatan, dan sebagian Kabupaten Minahasa), anak suku Tombulu (meliputi Kota Tomohon, Sebagian Kabupaten Minahasa, dan Kota Manado), anak suku Panosakan dan Tonsawang, Tounpakewa (meliputi Kabupaten Minahasa Tenggara).
Satu-satunya anak suku yang mempunyai wilayah yang tersebar adalah anak suku Bantik yang mendiami negeri Maras, Molas, Bailang, Talawaan Bantik, Bengkol, Buha, Singkil, Malalayang (Minanga), Kalasei, Tanamon dan Somoit (tersebar di perkampungan pantai utara dan barat Sulawesi Utara).
Masing-masing anak suku mempunyai bahasa, kosa kata dan dialek yang berbeda-beda namun satu dengan yang lain dapat memahami arti kosa kata tertentu misalnya kata kawanua yang artinya sama asal kampung.
Lalu darimana nenek moyang Minahasa pada awal mulanya? jika cerita berdasarkan fakta?.Dari pendapat Tandean, seorang ahli bahasa dan huruf Cina Kuno, 1997 datang meneliti di Watu Pinawetengan. Melalui tulisan “Min Nan Tou” yang terdapat di batu itu, ia mengungkapkan, tou Minahasa merupakan turunan Raja Ming dari tanah Mongolia yang datang berimigrasi ke Minahasa.
Arti dari Min Nan Tou adalah “orang turunan Raja Ming dari pulau itu. Namun aneh juga seperti diketahui Dinasti Ming bukanlah orang Mongolia justru Dinasti Ming adalah yang mengganti Dinasti Yuan yang dipimpin bangsa Mongol, oleh Kubilai Khan.
Berdasarkan pendapat para ahli diantaranya A.L.C Baekman dan M.B Van Der Jack yaitu berasal dari ras Mongolscheplooi yang sama dengan pertalian Jepang dan Mongol ialah memiki lipit Mongolia. Memang bangsa mongol terkenal dengan dengan gaya hidup berperang dengan menguasai 1/2 dunia saat dipimpin oleh Genghis Khan, dan bangsa Mongol menyebar tidak terkecuali pergi ke Manado. P
ersamaan dengan Mongol dalam sistem kepercayaan dapat dilihat pada agama asli Minahasa Shamanisme sama seperti Mongol. Dan juga dipimpin oleh Walian yang langsung dimasuki oleh opo. Agama Shamanisme ini memang dipegang teguh secara turun temurun oleh suku Mongol. Dapat dilihat juga di Kalimantan Dayak, dan Korea.
Namun memang orang Minahasa sudah tidak murni dari Mongol saja, namun sudah campuran Spanyol, Portugis, dan Belanda yang diketahui keturunan Yahudi, namun lebih dipengaruhi oleh Kristen.
Sebenarnya aslinya Suku Minahasa dari Mongol yang terkenal dengan kehebatan perang, dan Yahudi yang terkenal dengan kecerdasannya. Memang Belanda sebagi Yahudi yang masuk ke Indonesia hanya mendirikan 1 tempat ibadah di Indonesia silahkan lihat Sinagog di Tondano
Tingkatan atau status sosial diatur sbb :
Golongan Makasiow (pengatur ibadah yang disebut Walian/ Tonaas) hingga saat ini istilah yang dipakai adalah 2 X 9 ( 9 orang tonaas yang menempati posisi antara Sang penguasa dengan Surga dan Bumi, Baik tidak Baik, dan semua hal tentang keseimbangan Golongan Makatelu pitu (pengatur/ pemerintah dengan gelar Patu’an atau 3 X 7 Teterusan/ kepala desa dan pengawal desa disebut Waranei ( 7 orang pengatur/ pemerintah)
Golongan Makasiow Telu 9 x 9
Seiring waktu, jumlah penduduk bertambah, tempat tinggal mulai padat dan lahan terbatas, maka keturunan Toarlumimuut berpencar tumani (membuka lahan baru)untuk kelangsungan taranak mereka serta
Golongan Pasiyowan Telu (rakyat)
Sejak awal bangsa Minahasa tiada pernah terbentuk kerajaan atau mengangkat seorang raja sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintah adalah kepala keluarga yang gelarnya adalah Paedon Tu’a atau Patu’an yang sekarang kita kenal dengan sebutan Hukum Tua. Kata ini berasal dari Ukung Tua yang berarti Orang tua yang melindungi. Ukung artinya kungkung = lindung = jaga. Tua : dewasa dalam usia, berpikir, serta didalam mengambil Kehidupan demokrasi dan kerakyatan terjamin Ukung Tua tidak boleh memerintah rakyat dengan sewenang-wenang karena rakyat itu adalah anak-anak dan cucu-cucunya, keluarganya sendiri Sebelum membuka perkebunan, berunding dahulu dan setelah itu dilakukan harus dengan mapalus Didalam bekerja terdapat pengatur atau pengawas yang di Tonsea disebut Mopongkol atau Rumarantong, di Tolour disebut Sumesuweng.
Di Minahasa tidak dikenal sistim perbudakan, sebagaimana lasimnya di daerah lain pada zaman itu, seperti di kerajaan Bolaang,Sangir, Tobelo, Tidore dll. Hal ini membuat beberapa dari golongan Walian Makaruwa Siyow (eksekutif ingin diperlakukan sebagai raja. seperti raja Bolaang, raja Ternate, raja Sanger yang mereka dengar dan temui disaat barter bahan bahan keperluan rumah tangga.
Setelah cara tersebut dicoba diterapkan dimasyarakat Minahasa oleh beberapa walian/hukum tua timbul perlawanan yang memicu terjadinya pemberontakan serentak di seluruh Minahasa oleh golongan rakyat /Pasiyowan Telu, Alasannya karena, bukanlah adat pemerintahan yang diturunkan Opo Toar Lumimuut, dimana kekuasaan dijalankan dengan sewenang-wenang.
Akibat pemberontakkan itu, Tatanan kehidupan di Minahasa menjadi tidak menentu, peraturan tidak diindahkan Adat istiadat rusak, Perebutan tanah pertanian antar keluarga Hal ini membuat golongan makarua/makadua siow (tonaas) merasa perlu mengambil tindakan pencegahan dengan mengupayakan musyawarah raya yang dimotori oleh Tonaas-tonaas senior dari seluruh Minahasa di Watu Pinabetengan.
Luas Minahasa pada jaman ini adalah dari pantai likupang, Bitung sampai ke muara sungai Ranoyapo ke gunung Soputan, gunung Kawatak dan sungai Rumbia Wilayah setelah sungai Ranoyapo dan Poigar, Tonsawang, Ratahan, Ponosakan adalah termasuk wilayah kerajaan Bolaang Mongondow, sampai kira-kira abad ke 14.
Dalam musyawarah yang dihadiri oleh seluruh keturunan Toar Lumimuut, memilihTonaas Kopero dari Tompakewa sebagai ketua yang dibantu anggota Tonaas Muntuuntu dari Tombulu dan Tonaas Mandey dari Tonsea.mereka bertugas untuk konsolidasi ketiga golongan Minahasa tsb.
Hasil-hasil musyawarah tsb, pada sebagian orang dikaitkan dengan nama tempat berlangsung musyawarah yang dikenal saat sekarang dengan Watu Pinawetengan ( batu tempat dimana mereka bersatu untuk kemudian membagi) bertujuan untuk mengembalikan adat yang diwariskan Toar Lumimuut. 9 pokok hasil musyawarah yaitu:
Kepala pemerintahan dipilih dari yang tua, jujur, berani, wibawa, kuat dan berani maju dalam segala hal, segala usaha harus dimusyawarahkan.
Dewan tua-tua (Patuosan) yang mengawasi jalannya pemerintahan oleh Hukum Tua, Mempertahankan kebiasaan yang sudah baik. (Kenaramen memperketat wibawa orang tua kepada anak-anak perempuan dan laki-laki sama kedudukannya, Pesan tua-tua jangan diremehkan.
Sejak saat itu pemerintahan di Minahasa dipegang oleh Rakyat (Pasiowan Telu) karena demokrasi mulai diterapkan.
Keputusan penting yang lain adalah membagai wilayah Minahasa menjadi 4 wilayah Tontewoh, Tombulu, Tompakewa, Tolour.
Istilah Tontewoh diganti Tonsea pada tahun 1679 sedangkan istilah Tompakewa diganti Tontemboan pada tahun 1875.
Setelah selesai musyawarah di Watu Pinabetengan, setiap anak suku Tanah Malesung/ Minahasa yaitu 4 anak suku yang merdeka dan dipimpin tonaas masing masing kembali dengan para walak( pemerintahan otonom) kumpulan beberapa desa/ wanua. Suku Tonsea dipimpin Tonaas Walalangi dan Tonaas Rogi berangkat menuju ke arah Timur Laut disebelah Timur Tenggari.
Suku Tombulu ke Utara dipimpin Tonaas Walian Mapumpun, Tonaas Belung dan Tonaas Kekeman ke Majesu.
Suku Tolour berangkat ke Timur ke Atep dipimpin Tonaas Singal.
Suku Tontemboan berangkat ke Barat Laut menempati Kaiwasian sekitar Tombasian.
Anak suku Tonsea dari Niaranan, suku Tonsea pindah ke Kembuan. Di daerah tersebut banyak tumbuh kayu sea yang digunakan sebagai obat. Itulah sebabnya mereka menyebut suku mereka Tou un sea atau Tonsea. Keluarga dari Kembuan sebagai berikut:
Keluarga Tonaas Rurugala menempati daerah Walantakan
Keluarga Tonaas Wenas menempati daerah Sinalahan.
Keluarga Tonaas Roringtudus menempati daerah Tiwoho.
Keluarga Tonaas Maramis menempati daerah Kinarepuan
Keluarga Tonaas Roringwailan menempati daerah Kuhun.
Keluarga Tonaas Sigarlaki dan Tonaas Maidangkai menempati daerah Maandon.
Keluarga Tonaas Runtukahu, menempati daerah Kumelembuai.
Keluarga Tonaas Kapongoan dan Tonaas Dotulung menempati daerah Kema.
Abad ke-15 Tonaas Dotulung, Tonaas Tidajoh, Tonaas Koagou menguasai daerah Dimembe. Salah satu hal yang menonjol di Tonsea adalah tetap adanya satu walak/ anak suku Tonsea. Tonsea tetap utuh satu dibawah Tonaas Dotulung yang kemudian namanya dirubah menjadi Dotulong.
SUMBER: Tentang Minahasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda di bawah ini